Enjoy the time being alone

by - August 10, 2023

"Ibu, bolehkah anakmu menangis di pelukmu? Sudah lama sekali tidak bercerita dan duduk di pangkuanmu ya, Bu. Kali ini aku menangis bukan karena tidak dibelikan mainan baru, bukan karena tidak diajak pergi di hari minggu, bukan juga karena kesakitan saat diinfus. Bukan, Bu."

"Kakak sudah besar ya sekarang, sudah bisa menangis karena urusan orang dewasa."

"Ibu, laki-laki itu baik sekali ya, Bu? Aku sama sekali nggak menyesal bisa berteman dengan orang yang kau anggap teman dekatku itu. Dia bertamu tanpa ku minta, dia menerimaku dengan baik, dia menghargaiku sebagai perempuan, dan menghargai apa yang aku rasakan. Dia juga pamit dengan sendirinya. Tak apa kan Bu kalau aku menangis sebentar? Setelah itu aku kembali lagi."

"Tak apa, Kak. Sini peluk Ibu."

Aku membuka perlahan kalimat yang pernah aku tulis di buku diary tahun 2021 di pangkuan Ibu. "Yang memang milikku nggak akan berpaling sebesar apapun kesempatan itu. Kamu berharga, kamu berkualitas, kamu bisa tumbuh tanpa dia." Ibu tertawa mendengarnya. "Itu curahanku kala itu, Bu. Namun sekarang kembali terulang. Sepertinya aku harus mengunci kembali pintu yang aku tutup sejak dua tahun lalu, kemudian aku buang saja kuncinya ya, Bu?"

"Kakak tidak harus mengunci pintu itu, apalagi membuangnya. Kakak hanya perlu menutupnya saja. Tapi kalau memang kakak ingin mengunci pintunya, simpanlah kunci itu jangan sampai hilang. Tak apa, tidak usah terburu-buru untuk membukanya. Buka ketika kakak siap. Jangan lupa buka jendela sedikit agar udara segar masuk."

"Maksud ibu aku hanya butuh waktu saja ya, Bu?"

"Iya, Kak."

Aku kembali bertanya, "Lalu bagaimana jika hal itu kembali terulang?"

"Tak masalah. Itu bagian dari perjalanan Kakak. Pelajari apa yang bisa dipelajari."

*Menghela napas panjang*

You May Also Like

2 komentar