• Home
  • About
  • Youtube Channel

gmail instagram twitter youtube

Dikalamuda

Berbagi Cerita Ala Kadarnya

Walaupun ada yang bilang jangan pernah melupakan masa lalu, tapi rasanya ingin sekali menghapus semua memori tentangnya. Aku ingin memulainya kembali, karena masa laluku tak pantas untuk diungkit lagi, tak ada rasa, basi. Sekadar berkaca untuk pembelajaran kedepan agar menjadi pribadi yang baik. Baik bagiku, bagi orang lain, dan baginya.
Seseorang duduk disampingku dan bertanya, susah move on atau gagal move on? Gak bisa milih, sulit, abstrak kataku. Yang jelas, bisa jadi. Hampir semua orang akan merasakan fase ini, susah banget melupakan seseorang. Yang sudah lama memiliki atau bahkan sekadar mengagumi. Dari move on aku belajar menghargai waktu dan seseorang. Aku mulai berdiskusi. Melepas keresahan setelah melewati hari-hari menjadi seorang yang dewasa. Terlalu memikirkan untuk menjadi yang terbaik bagi dirinya, hingga lupa untuk menjadi diriku sendiri.
“Sudahlah, capek ngejar sesuatu yang tak pasti. Gak akan ada kata habis untuk menjadi yang terbaik di mata manusia. Biarkanlah semesta melakukan tugasnya. Nanti waktu juga akan memberitahumu. Rehatlah sejenak, kita duduk di persimpangan, capek berjalan terus. Jangan menunggu yang tak pasti. Ada kalanya jika sama-sama nunggu, gak akan ketemu. Namun, jangan pernah lupa bahwa ada seseorang di ujung sana yang sedang menunggumu. Bisa jadi orang yang kau pikirkan itu, bisa juga orang lain.” Orang itu berbicara padaku sambil memberiku secangkir kopi.
Waktu itu aku sudah mempersiapkan diri. Memakai pakaian yang terbaik, berencana menemuinya dengan alasan mendiskusikan hal tersebut. Namun jiwa ini lemah akan keberanian, hanya bisa berangan. Karena semesta pun tak mendukungku untuk mulai berjuang. Seandainya aku tahu siapa yang diujung, sudah pasti aku berlari untuk mengejarnya. Mengungkapkan perasaan yang ku pendam selama ini, namun aku tak berani.
“Jadilah orang yang berani mengungkapkan perasaan,” kata seseorang yang memberi kopi padaku tadi.
Lalu aku bertanya, “Semesta?”
“Jangan hiraukan! Jika ada kesempatan cobalah berjuang! Jangan sampai waktu memisahkan. Coba lihat, rasakan, sekiranya punya frekuensi yang sama gak?” katanya dengan penuh pasti.
Mendengar perkataan orang itu, akhirnya aku tahu kenapa dia menjauh. Ternyata sudah tidak satu frekuensi. Waktu terus berjalan hingga kesempatan itu telah hilang. Momen itu sudah menjadi kenangan yang pahit. Mengungkapkan? Rasanya sudah tidak mungkin lagi.
“Kenapa tak mungkin? Apa kamu sudah melupakannya? Jika belum, kembalilah!” lagi-lagi dia melontarkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab.
“Mau kembali gimana? Dia seakan telah menutup jalannya untukku,” aku tertunduk. Orang itu memberiku saran agar mencari kunci dan mencoba membuka pintu yang lain. Tapi entahlah. Mungkin aku lebih memilih untuk menunggu pintu tersebut. Bertahan, tanpa kepastian. Mungkin aku akan merasakan pahitnya seketika. Namun ketika merasakannya pasti akan muncul rasa manis walau hanya tersirat.
Dengan lantang dia berkata, “Jangan bodoh, siapa di dunia ini yang siap menelan kepahitan?”
Aku akan memberinya sentuhan gula, jadi akulah yang siap menelan kepahitan itu. Anggaplah ini sebagai irama nada yang indah.
Seketika aku mendengar suara pintu yang mulai terbuka. Kesabaranku selama ini seakan terbayar, inilah saatnya melepaskan penantian yang sudah lama aku jaga. Bersiap menerimanya dan berharap bisa bahagia selamanya. Akhirnya dia yang ku nantikan datang, senyumnya yang manis dan pancaran wajahnya seolah memberiku pertanda. Langkah demi langkah mengiringi perasaanku yang penuh harap. Namun sepertinya ada yang berbeda, seseorang menggenggam tangannya. Dan benar, apa yang ku takutkan terjadi juga. Aku menatapnya dengan mata yang sayu, tak bisa berkata-kata, pikiranku kacau, dan perasaanku mulai hancur. Mereka berjalan keluar dan berhenti di depanku, dia mulai angkat bicara tapi aku memotongnya dan berkata, “Stop, cukup! Aku tau memang aku yang terlalu bodoh melakukan semua ini. Aku baik-baik saja. Penantianku telah memberiku pelajaran hidup yang begitu berharga. Jadi kau tak perlu minta maaf. Terimakasih untuk hari-hari kemarin. Meski harapanku untuk selalu bersamamu hanya sebatas angan, tapi aku telah mencapai misiku yaitu menyaksikanmu tersenyum bahagia.”

Nukilan by OL & MH.
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

Penulis


Panggil aja ol. Ini sisi lain dari aku, nulis random dan ala kadarnya. Mau tau sisiku yang lain? ada di instagram atau youtube, violasevio.

Follow Me

  • instagram
  • youtube
  • twitter

Archive

  • July 2025 (1)
  • June 2025 (3)
  • April 2025 (1)
  • January 2025 (2)
  • December 2024 (3)
  • November 2024 (3)
  • July 2024 (1)
  • December 2023 (2)
  • November 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • August 2023 (1)
  • July 2023 (2)
  • June 2023 (2)
  • May 2023 (1)
  • February 2023 (1)
  • July 2022 (1)
  • February 2022 (4)
  • January 2022 (2)
  • December 2021 (5)
  • November 2021 (5)
  • October 2021 (6)
  • September 2021 (3)
  • August 2021 (3)
  • July 2021 (3)
  • May 2021 (1)
  • April 2021 (1)
  • February 2021 (2)
  • January 2021 (2)
  • December 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • August 2020 (1)
  • April 2020 (1)
  • March 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • July 2019 (3)
  • May 2019 (1)
  • April 2019 (1)
  • February 2019 (1)
  • December 2018 (1)
  • November 2018 (2)
  • October 2018 (1)
  • September 2018 (1)
  • June 2018 (3)
  • February 2018 (1)

labels

  • #30DayWritingChallenge (5)
  • a note to myself (10)
  • Beropini (6)
  • Daily (5)
  • Monolog (2)
  • photos (8)

Followers

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates