• Home
  • About
  • Youtube Channel

gmail instagram twitter youtube

Dikalamuda

Berbagi Cerita Ala Kadarnya

Ada saat-saat di mana dunia terasa begitu sempit. Dinding-dinding ini semakin mendekat, seperti ingin menghimpitku hingga hilang udara. Aku duduk di tengahnya, memeluk lutut, berharap seseorang akan mengetuk pintu dan membawaku pergi. Tapi pintu itu tetap diam.

Aku ingin ditemani, tapi rasanya seperti memohon pada angin. Suara-suara yang kudengar hanyalah pantulan dari kepalaku sendiri, berputar-putar tanpa jawaban. Rasanya seperti berdiri di tepi jurang, berteriak sekeras mungkin, namun hanya gema yang kembali, memukul hati yang sudah retak.

Sunyi ini menggigit lebih tajam daripada pisau. Ia merayap perlahan, mengisi ruang-ruang kosong di dalam diri, hingga tak tersisa apa-apa selain kehampaan. Aku ingin melawan, tapi tubuhku terlalu lelah, dan hatiku terlalu dingin.

Ada bayangan yang terus memanggilku, mengundangku masuk ke dalam pelukan gelapnya. Ia menjanjikan keheningan abadi, bebas dari sakit, bebas dari rasa kehilangan yang tak kunjung berhenti. Bayangan itu tampak seperti sahabat lama, satu-satunya yang setia menemaniku di saat tak ada yang lain.

Tapi bahkan dalam keputusasaan ini, ada sesuatu yang menahan langkahku. Mungkin rasa takut. Mungkin sisa harapan yang nyaris mati. Atau mungkin aku hanya terlalu terbiasa dengan rasa sakit ini, hingga aku tak tahu bagaimana cara benar-benar melepaskannya.

Aku tetap di sini, duduk di antara dinding-dinding sepi. Menunggu sesuatu, atau seseorang, yang bisa menarikku kembali ke dunia. Tapi semakin lama aku menunggu, semakin aku merasa bahwa dinding-dinding ini adalah satu-satunya tempatku.

Mungkin, jika aku menyerah, sunyi ini akan berhenti menyiksaku. Atau mungkin aku hanya akan menjadi bagian dari sunyi itu selamanya.

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar

Hidup ini seperti perjalanan panjang tanpa arah. Langit selalu abu-abu, dan angin yang bertiup membawa dingin yang menggigit, seolah mengingatkan bahwa hangatnya pelukan matahari hanyalah ilusi. Aku berjalan, tapi tak ada tujuan. Aku menunggu, tapi tak ada yang datang. 

Ada rasa lelah yang merambat, menjalar perlahan, membungkus setiap sudut jiwa. Aku memandang ke depan, tapi yang terlihat hanyalah jalan kosong, tanpa akhir. Aku memandang ke belakang, tapi yang ada hanyalah jejak-jejak yang seharusnya tak pernah ada.

Kadang aku bertanya pada diri sendiri, “Untuk apa semua ini?” Tapi pertanyaan itu tak pernah mendapat jawaban. Diam menjadi teman, dan sepi menjadi rumah.

Aku ingin berhenti. Rasanya seperti menanti senja yang tak pernah muncul, langit yang tak pernah berubah warna. Satu-satunya yang pasti adalah malam, gelap yang selalu setia datang, memeluk erat hingga aku sulit bernapas.

Jika hidup adalah perjalanan, maka aku ingin turun dari kereta ini. Aku tak lagi peduli ke mana tujuan akhirnya, karena tak ada yang menungguku di sana. Aku hanya ingin diam. Tanpa suara, tanpa langkah, tanpa harapan.

Mungkin, jika aku berhenti di sini, aku akan menemukan ketenangan yang selama ini tak pernah ada.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Malam ini, jarum jam baru saja melewati angka satu. Tiba-tiba, kenangan tentangmu menyeruak tanpa permisi, mengisi seluruh ruang di hati yang seharusnya kosong. Ada rasa sesak yang menyelinap, membuat dada ini terasa berat. Napasku menjadi pendek, seakan paru-paru enggan bekerja sama.

Pelan-pelan, air mata mulai mengalir, jatuh tanpa suara. Semakin lama, pipi ini basah, seakan menjadi saksi bisu atas luka yang tak kunjung sembuh. Rasanya aneh, betapa ingatan bisa menjadi penjara, dan betapa malam seringkali menjadi pengadil yang paling jujur.

Tak ada yang bisa menghapus perasaan itu dalam sekejap. Dalam setiap tetes air mata, ada cerita yang terulang, ada harapan yang tak lagi punya tempat. Aku hanya bisa terdiam, membiarkan kesedihan itu bernafas di antara keheningan malam.

Inilah saat-saat di mana aku sadar, bahwa meski waktu terus berputar, ada bagian dari diriku yang masih terjebak di momen ketika kita masih ada. Malam ini, tepat jam satu, aku diingatkan lagi tentang betapa sesaknya kehilangan dan betapa nyatanya kepergianmu di setiap denyut yang memanggil nama itu.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Penulis


Panggil aja ol. Ini sisi lain dari aku, nulis random dan ala kadarnya. Mau tau sisiku yang lain? ada di instagram atau youtube, violasevio.

Follow Me

  • instagram
  • youtube
  • twitter

Archive

  • July 2025 (1)
  • June 2025 (3)
  • April 2025 (1)
  • January 2025 (2)
  • December 2024 (3)
  • November 2024 (3)
  • July 2024 (1)
  • December 2023 (2)
  • November 2023 (1)
  • September 2023 (1)
  • August 2023 (1)
  • July 2023 (2)
  • June 2023 (2)
  • May 2023 (1)
  • February 2023 (1)
  • July 2022 (1)
  • February 2022 (4)
  • January 2022 (2)
  • December 2021 (5)
  • November 2021 (5)
  • October 2021 (6)
  • September 2021 (3)
  • August 2021 (3)
  • July 2021 (3)
  • May 2021 (1)
  • April 2021 (1)
  • February 2021 (2)
  • January 2021 (2)
  • December 2020 (2)
  • November 2020 (1)
  • August 2020 (1)
  • April 2020 (1)
  • March 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • July 2019 (3)
  • May 2019 (1)
  • April 2019 (1)
  • February 2019 (1)
  • December 2018 (1)
  • November 2018 (2)
  • October 2018 (1)
  • September 2018 (1)
  • June 2018 (3)
  • February 2018 (1)

labels

  • #30DayWritingChallenge (5)
  • a note to myself (10)
  • Beropini (6)
  • Daily (5)
  • Monolog (2)
  • photos (8)

Followers

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates