Berhenti Mencari Kepingan Puzzle Yang Hilang

by - October 04, 2021

Dia, laki-laki yang saya temui di 2017 namun datang di Januari 2021.
Orang pertama yang membuat saya percaya untuk berbagi tentang apa yang saya rasakan.
Orang pertama yang membuat saya merasa dihargai karena sikapnya kepada saya.
Orang pertama yang membuat saya mengerti apa arti ketenangan.
Orang pertama yang membuat saya merasa tidak kesepian karena kehadirannya di setiap malam.
Juga orang pertama yang dengan bangganya saya ceritakan kepada kedua orang tua saya.

Kami bukan siapa-siapa, hanya dua anak muda yang saling fokus pada tujuan masing-masing dan bisa saling support satu sama lain. Sayang? Pastilah, bahkan saya sudah menaruh rasa padanya secara tiba-tiba. Entah itu hanya saya yang merasakan, atau dia juga?

Sepertinya dia memang laki-laki yang dikirim Tuhan dalam versi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Namun saya belum terlalu jauh mengenalnya, dia laki-laki dingin yang jarang mengungkapkan isi hatinya. Yang saya tau, dia lebih banyak diam.

Kemarin, saya bersyukur punya dia sebagai teman baik dan bisa diajak bertukar pikiran. I feel perfect for this. Tapi saya kira saya salah, dia memang baik ke semua orang, termasuk kepada saya. Saya tidak menyalahkan, hanya saja dia terlalu berlebihan kepada saya. Namun hari ini saya tetap bersyukur masih berteman baik dengannya dan mengetahui kabarnya walau sebatas melihat aktivitasnya di media sosial.

Saya juga tidak menyesal sudah menolak semua yang datang demi menjaga hati pada seseorang yang belum pasti. Ya, hanya menjaga perasaan dia. Dialah orang pertama yang membuat saya benar-benar merasa jatuh cinta.

Saya setuju dengan yang Dilan katakan, "Terimakasih sudah hadir dan memberikan pengalaman yang nggak semua orang bisa ngerasain. Kenal dan jadi teman baik, saling belajar berbagi manfaat. Kadang sesekalipun saling bertukar kesalahan. Kesalahan yang terus melembut jika dikenang." Untuk itu saya berterimakasih kepada dia yang sudah hadir untuk berbagi kisah dengan saya, saya akan ingat dia.

Waktu pertama kali saya dan dia memulai obrolan, saya memang berpikir biasa saja dan saya tau kita nggak akan bisa sampai sejauh itu. Jadi saat saya punya waktu sama dia kayak telponan, berbalas pesan, bahkan jalan-jalan, saya benar-benar menghargai waktu itu karena saya tau saya akan kehilangan momen ini dalam waktu cepat, dan ternyata benar.

Apakah dia tau saya lelah sehingga saya hanya bisa diam? Apakah dia tau sebenarnya saya menunggu? Apakah dia tau rasa sakit yang saya rasakan? Apakah dia tau hampir setiap malam saya menghabiskan banyak tisu? Tak apa dia menjauh dan tak berpamitan. Namun beri saya alasan, apakah saya membuat kesalahan? Apakah dia merasa pertemanan kita tidak sehat? Apakah dia sudah menemukan jawaban atas rasa penasarannya? Apakah dia sudah menemukan sisi buruk saya sehingga dia pergi begitu saja? Apakah dia fokus pada pendidikannya? Kemarin dia baik-baik saja, saya pun sesekali membantu projectnya. Jadi, tolong katakan kenapa? Tidak berharap dia membalas apa yang telah saya berikan dan usahakan kepada dia. Tapi ingatlah dua hal, jangan lihat hanya dari sisi buruknya, itulah tantangannya. Terimalah saya dari sisi terbaik saya. Bantulah saya sedikit demi sedikit menghapus sisi buruk saya. Dan ingatlah bahwa saya yakin dia tidak akan pernah menemukan hal yang sama pada orang yang berbeda, diri saya termasuk sikap saya kepada dia tidak akan dia temukan dalam diri siapapun.

Paus pernah bilang, to love and to lose someone itu tentang mengingat, tapi bukan menyimpan. Karena ada hidup yang terus berjalan, tanpa peduli kita siap atau nggak. Beberapa orang cuma tau bahwa nggak bisa selamanya bertahan sama yang namanya kesedihan. And that's why she's moving on. Sekarang saya takut untuk membuka hati. saya takut rasa sakit akan kembali terjadi. Namun, satu-satunya jalan untuk pulih adalah dengan mempercayai. Nggak masalah, saya patah hati berarti saya sudah mencoba sesuatu.

Saya tau saya belum siap, begitu juga dengan dia. Maka penting untuk menyadari kesiapan dan kematangan diri sendiri. Baik, saya pelan-pelan akan melepaskan dan mengikhlaskan rasa yang mulai tumbuh itu karena saya sadar saya masih harus memantaskan. Berhenti untuk terus mengharapkan dalam diam. Pelan-pelan belajar untuk fokus meningkatkan kualitas diri. Entah apakah dia juga memikirkan hal demikian?

Jadi, hari ini, saya melihat awan yang sedikit mendung namun cerah itu. Saya menghirup udara dan menghembusnya pelan sambil mengatakan, "Untuk diri saya; thank u for being able to go through all this. Sorry for always hurting you. Sorry that I could'nt take care of you even though the only house that won't close the door. Is you."

And sorry for all sorry.

You May Also Like

0 komentar